Jujur, tidak
banyak hal yang aku persiapkan untuk menjadi seorang Aupair. Selama ini aku
memang sering bergelut dengan anak kecil dan sepupu yang ada di rumah dan
menurutku itu sudah cukup. Ternyata tidak semudah itu, hehe. Selama masa menunggu
aku banyak riset tentang apa-apa yang penting ketika menjadi seorang Aupair,
mulai dari bertanya pada teman yang juga seorang Aupair, ngafalin lagu-lagu
jerman, lihat resep makanan jerman, dan hal-hal lainnya. Ohya, aku bahkan menulis
apa yang disuka dan tidak disuka calon
anak yang mau aku asuh. Aku juga membuat catatan printilan-printilan apa saja
yang seharusnya aku bawa dari Jawa yang mungkin akan susah ditemui di tempat
tinggalku nanti. Karena begini, di sini aku terbiasa berkreasi dengan para
krucil membuat banyak media permainan yang menurut kami seru menggunakan
bahan-bahan yang ada di rumah, misalnya mereka pernah minta aku bikin kapal
raksasa dari kardus (kebanyakan aku bikin-bikin dari kardus karena ini melimpah
di rumah) ya kubantu mereka membuatnya dan kulapisi plastik agar tidak basah
jika kena air hujan. Lalu dipakai beneran, dong ala-ala kebanjiran gitu
di genangan air hahhaha. Pernah juga aku ajari mereka bikin gantungan kunci
dari kain flanel. Bayangkan, sudah berapa keterampilan itu? menggunting,
menjahit, dan menempel. Hal-hal seperti ini kan mudah dan murah, toh? Ini
juga yang aku ingin terapkan nantinya di Bali. Tapi ternyata tak semudah itu,
kawan! Komunikasi yang susah (jujur aku merasa kesusahan untuk menjelaskan hal
detail dengan bahasa jerman) membuat aktifitas seru ini sering terhambat.
Selain itu juga pemikiran dan kebiasaan yang berbeda antar dua warga negara jelas
turut menyumbang. Ujung-ujungnya yah bismillah aja, aku berusaha melakukan
sebisaku.
Hari pertama aku
sampai di rumah Gastfamilie, aku canggung sekali. Untungnya ada banyak
orang Indonesia yang juga kerja di sana jadi kecanggunganku sedikit mencair. Aku
merasa bahwa antara aku dan keluarga ini layaknya teman lama yang kembali
bertemu, mereka sangat hangat dan aku senang. Aku sampai di sana sudah lumayan
siang. Waktu itu mereka baru bangun tidur. Kami ngobrol dengan tema-tema standar
dan setelah ngobrol beberapa lama, mereka mengajakku sarapan bersama.
Cultureshock
pertama yang aku rasakan. Lucu sekali kalau diingat, haha. Di meja makan
telah tersedia menu sarapan ala bule. Roti, selai, madu, buah, yogurt, telur,
air putih, dan susu. Aku bilang aku sudah sarapan, tapi akhirnya aku tetap
makan untuk menghargai mereka yang mengajakku. Itu adalah kali pertama aku
menyaksikan secara langsung seperti apa orang jerman makan. Selama ini, selama
aku belajar di perkuliahan, belajar mengenal budaya mereka tentang cara makan
hanya ada lewat video, text book, dan film. OMG! Aku lihat
langsung! Jeritku dalam hati waktu itu, hahahaha, norak ya! Aku baru ambil makanannya
setelah mereka ambil. Hanya buah yang saat itu aku ambil karena memang sudah
kenyang.
Setelah makan
kami lanjut ngobrol lagi. Aku lupa detailnya bagaimana, namun yang jelas mereka
banyak menjelaskan tentang apa saja kewajiban dan hak yang aku dapatkan selama
di sana. Jangan kira aku langsung paham ketika ngobrol sama mereka, ya. Di bagian
ini aku lebih banyak berkonsenterasi untuk benar-benar memahami apa yang mereka
katakan. Bayangin, mendengarkan aja susah loh! Huhuhu. Apalagi ketika Mia (si
kakak) lagi ngomong, dia bercerita banyak hal padaku seakan sedang mencuri
perhatianku. Awalnya susah, namun lama-lama aku lebih nyaman mendengarkan
celotehnya karena lebih lambat di banding ibu bapaknya.
Si kakak ini
ceriwis, karena sudah berusia lima tahun jadinya dia seperti sudah dewasa aja, sudah
enak diajak komunikasi. Jadi di hari pertama kita langsung nemu “klik” nya.
Kita berenang bareng lalu lanjut main dan makan bersama. Dia bahkan ingin dekat
aku meskipun sudah waktunya aku sendiri. Ketika aku telefon ibu dan ayah di
rumah pun dia kepo ingin tahu. Waktu itu sih dia nurut sekali sama aku
jadi aku tidak merasa terganggu dengan kehadirannya. Bahkan dia ingin tidur
bareng sama aku hahahah. Orang tuanya selalu bertanya padaku dan selalu meminta
aku untuk jujur kapanpun aku merasa tidak nyaman. Karena waktu itu aku nyaman-nyaman
aja ya kubiarkan saja dia tidur denganku. Kebetulan kamarnya gede banget bagiku
kalau aku tidur sendiri.
Nah itu tadi
tentang si kakak. Intinya aku ga butuh waktu lama untuk blend sama ini
anak, sangaaat jauh berbeda dengan di adek, yaanggg…. (lanjut ke postingan
berikutnya, hehe).
Kommentare
Kommentar veröffentlichen