am i ..... enough?


"am i good enough?"

"am i smart enough?"

"am i, mm enough?"

 

Engga ngerti kenapa belakangan sering sekali muncul pertanyaan-pertanyaan serupa di benak pikiran. Tujuannya ke banyak pihak; pekerjaan, partner, bahkan orang tua. Rasanya seakan mempertanyakan kualitas dan kapabilitas diri sendiri. Ragu bahkan terhadap hal-hal yang rutin aku lakukan. Seperti misalnya ketika aku ngajar dan berharap murid-muridku akan mampu mencapai kapabilitas yang aku targetkan.

 

Ujung-ujungnya apa?

Aku rasa ada satu perasaan tipis yang sangat tidak nyaman. Kecewa.

Keterbatasanku untuk merelease perasaan tersebut membawaku pada sebuah emosi, marah, dan menyalahkan diri sendiri.

 

“am I good enough to teach?”

 

Memang pusat pengendali diri itu ada di otak. Ketika sekali saja otak berpikir kalimat tadi, maka keruh sudah. Tiba-tiba dalam hubungan pertemanan kalimat tersebut terngiang lagi. Lalu ke hubungan antara anak dan orang tua.

 

am I good enough to be their daughter?”

“hey, am I enough to be your partner?”

 

Duluuu sekali aku pernah juga mengalami hal yang sama. Overthinking, enggak PD, minder, daan lain-lain akhirnya jadi buntut yang jelek-jelek. Butuh waktu untuk healing dan sampai ada di posisi sekarang. Terus apakah sekarang udah survive? Hmm not really know, tapi aku merasa lebih baik. Meditasi dan afirmasi menjadi kunci. Aku selalu menyematkan kalimat:

 

“aku manusia yang memang enggak sempurna. ”

“aku udah berusaha, kok. Gapapa hari ini engga sesuai target.”

“yok beli jajan yok, beli susu sapi yuk.”

 

Hahahahah kayanya yang terakhir yang bekerja dengan maksimal. Food and dairy safe me. Yaudahlahya, aku gak mau kalah sama pikiranku sendiri, mungkin aku memang sedang dalam kondisi yang gak ok, bosen, capek. Aku berusaha menerima perasaan itu dan ‘ngajak’ diri ini seneng lagi, salah satunya minum susu sapi, hehehe.

 


 

 

Kommentare