si kucing

pagi ini selepas salat dua rakaat
aku bertemu seekor kucing
ia diam dan menatap tajam
di persimpangan jalan
tepat dua ratus meter menuju musala

sedang apa ia di sini, pikirku
dengan mata yang sepenuhnya terbuka lebar
kalau ia manusia, taakan rela ia berjaga di pagi buta
karena selimut lebih menghangatkan ketimbang air wudhu

lalu aku malu
menyandingkannya dengan aku sendiri, yang
ketika subuh seringkali bergumam kenapa pagi cepat datang, dan
panggilanNya cepat sekali berkumandang, sehingga
aku harus bangun sayup-sayup memaksa badan, untuk
cepat menghadapNya dan cepat pula mengucap salam

aku malu
membayangkan semua di dunia ini tidak ada yang pasti
termasuk soal "akan makan apa siang nanti" bagi si kucing
sedangkan aku: "akan makan dengan lauk apa siang nanti"
tidakkah jelas perbedaannya?

aku malu
saat kemarin sore mendapat berita soal pemotongan gaji
dan semakin takut akan semua hal yang tak pasti
apakah tiga bulan lagi keluargaku masih bisa makan nasi
sedangkan kucing tanpa pemilik itu juga tak selalu tau kapan ia akan makan lagi

tunggu dulu.
memangnya aku ini punya siapa? seenaknya bilang si kucing tak ada yang punya
aku lupa,
aku dan kucing tak ada bedanya
kita, sama-sama dipunyai oleh pencipta yang sama
lalu apa yang mesti diragukan? pun,
apa yang mesti disombongkan?

Kommentare