Sebelum hari ini cepat habis dan ingatan seketika menguap, aku ingin menuliskan sesuatu untuk diri ini sendiri. Kiranya ini menjadi sebuah pengingat dan dorongan bagi jiwa dan raga yang semangatnya mulai kendor dan mulai ingin mengeluh.
Aku sebetulnya paling anti berkenalan dengan orang baru, apalagi yang niatnya menjalin sebuah kerja sama. Deg-degan pas Pak Haris bilang, ''Boleh saya telfon?"
Di percakapan pertama tidak ada yang istimewa. Beliau tidak lebih dari seorang bapak, lebih tepatnya guru. Satu hal yang aku ingat suaranya berwibawa sekali, jujur apa adanya dan open minded. Tanpa beliau jelaskan, aku sudah bisa rasakan itu. Mau tidak mau aku jadi mengikuti pembawaan beliau, berusaha mengikuti maksudnya.
Pada percakapan yang kedua, kami berbicara agak panjang. Aku ungkapkan terus terang bahwa aku ingin menangis membaca kisahnya. Di akhir percakapan beliau tak henti-hentinya bilang "Kamu masih muda, Ita. Gunakan waktumu, pekerjaanmu sekarang untuk menggali segala potensi yang kamu punya. Cari hobi kamu sebanyak-banyaknya. Nanti kalau punya pacar juga harus discreening betul-betul. Laki-laki itu memandang perempuan sebagai sebuah objek. Jadi kamu harus benar-benar pilih."
Aku cuma iya iya aja, karena aku benar-benar memahami apa yang beliau sampaikan.
"Kalau ke Surabaya kabar-kabar, ya. Nanti saya traktir kamu makan. Mampir juga ke kantor, saya punya banyak buku untuk kamu baca."
"Nanti saya boleh pinjem, Pak?" Refleks tanpa basa-basi.
"Boleh. Tapi jangan lupa dikembalikan, ya."
Dua kali ngobrol, aku rasanya nyambung aja sama beliau. Lugas dan to the point, banyak hal yang bisa aku pelajari dari beliau.
Terima kasih, ya, Pak. Segala nasihat dan insight pasti akan saya ingat dan terapkan :)
Aku sebetulnya paling anti berkenalan dengan orang baru, apalagi yang niatnya menjalin sebuah kerja sama. Deg-degan pas Pak Haris bilang, ''Boleh saya telfon?"
Di percakapan pertama tidak ada yang istimewa. Beliau tidak lebih dari seorang bapak, lebih tepatnya guru. Satu hal yang aku ingat suaranya berwibawa sekali, jujur apa adanya dan open minded. Tanpa beliau jelaskan, aku sudah bisa rasakan itu. Mau tidak mau aku jadi mengikuti pembawaan beliau, berusaha mengikuti maksudnya.
Pada percakapan yang kedua, kami berbicara agak panjang. Aku ungkapkan terus terang bahwa aku ingin menangis membaca kisahnya. Di akhir percakapan beliau tak henti-hentinya bilang "Kamu masih muda, Ita. Gunakan waktumu, pekerjaanmu sekarang untuk menggali segala potensi yang kamu punya. Cari hobi kamu sebanyak-banyaknya. Nanti kalau punya pacar juga harus discreening betul-betul. Laki-laki itu memandang perempuan sebagai sebuah objek. Jadi kamu harus benar-benar pilih."
Aku cuma iya iya aja, karena aku benar-benar memahami apa yang beliau sampaikan.
"Kalau ke Surabaya kabar-kabar, ya. Nanti saya traktir kamu makan. Mampir juga ke kantor, saya punya banyak buku untuk kamu baca."
"Nanti saya boleh pinjem, Pak?" Refleks tanpa basa-basi.
"Boleh. Tapi jangan lupa dikembalikan, ya."
Dua kali ngobrol, aku rasanya nyambung aja sama beliau. Lugas dan to the point, banyak hal yang bisa aku pelajari dari beliau.
Terima kasih, ya, Pak. Segala nasihat dan insight pasti akan saya ingat dan terapkan :)
Kommentare
Kommentar veröffentlichen