Tentang Blitar, Tentang Kereta

Perjalanan ke Malang yang sudah kutulis sebelumnya, mengingatkanku pada tahun 2013 silam. Dimana ada satu pengalaman yang tidak mungkin terlupakan. Bagiku, semua perjalanan kemanapun itu, dengan siapapun itu, dan entah lama atau singkat, semuanya memiliki kesan sendiri-sendiri.

Di tahun itulah, perjalananku dimulai. Lebih tepatnya, bersama seorang teman yang aku juga tidak menyangka bakal jadi partner nggembel sepanjang masa. Perkenalan saja, namanya Tasia. Nanti bakal aku ceritakan khusus tentang kamu, Tas hehe. Sabar ya. 

Blitar. Kenapa kami memilih Blitar? Karena Blitar adalah kampung halaman si Tasia.
Tapi poin utamanya bukan dia, melainkan kereta. Aku bukanlah orang yang familiar dengan dunia perkeretaan Indonesia, makanya saat ada teman yang mengajak berkereta jangan ditanya gimana antusiasnya. Bahkan hingga saat ini pun, aku masih suka. Dan akan terus suka. 

Kereta dulu dan kereta sekarang sudah jauh berbeda, dari segi fasilitas, kebersihan, sarana dan prasarana, serta harga yang pasti. Aku ingat betul, bagaimana sumpek dan panasnya di dalam kereta. AC hanya menjadi pajangan. Setiap 10 menit sekali, atau bahkan kurang dari itu selalu ada orang yang lalu lalang menjajakan sesuatu, atau berjongkok membersihkan sampah-sampah yang berserakan, dan kemudian kami memberinya sedikit uang sebagai tanda terima kasih. Walau sebenarnya aku sendiri heran, sudah disediakan tempat sampah tapi kok ya tidak dimanfaatkan. Kemudian tentang kamar mandi, bisa dibilang keadaannya tak layak pakai. Aku pasti menggerutu, tapi mau tidak mau harus terima dengan kondisi yang seperti itu. Juga tentang peraturan, penumpang bisa saja duduk seenak hati. Tidak harus sesuai dengan apa yang tertulis di tiket. Petugas kereta hanya memeriksa sebagai formalitas saja.

Namun semua kejelekan itu kini tak lagi ada. Kereta Api Indonesia telah berbenah. Ia menampilkan wajah yang baru, yang bisa dinikmati semua orang, tak terkecuali kereta ekonomi. Aku sempat kaget, tapi tentu senang dan bangga atasnya. Ah akhirnya, transportasi Indonesia menjadi lebih baik. Pengamen, penjual asongan, maupun jasa kebersihan diambil alih oleh perusahaan, jadi semuanya berseragam dan no tipping. Keren kan? Penumpang akhirnya sadar kebersihan, bisa dilihat dari tong-tong sampah yang dimanfaatkan dengan baik. Yaa meskipun mungkin masih ada saja yang acuh tak acuh, who knows? Namanya saja manusia, hehe. Kamar mandi sudah lumayan bersih, tidak bau pesing lagi. Yeayyyyy!  Jadi buat kalian yang suka pipis seperti aku, aman kok  :D. Peraturan kini lebih ketat dan teratur, mulai dari pemesanan tiket hingga saat berada di dalam kereta. Petugas selalu mengecek setiap tiket milik penumpang. Jadi jika ada penumpang yang duduk tidak sesuai tiketnya, siap-siap ditegur aja deh. AC yang dulunya hanya jadi pajangan, sekarang berfungsi dengan optimal loh. Yang jelas, semua aspek dibenahi dan mulai mampak hasilnya. Dan tentunya masih ada banyak lagi perbaikan yang aku sendiri mungkin belum sempat merasakannya.

Situasi di dalam kereta Penataran, kemarin saat perjalanan ke Malang






Oke, kembali lagi ke Blitar. Waktu itu perjalanan kami juga cuma sehari, dengan berangkat pukul 05.00 dan pulang sekitar pukul 20.00. Istilahnya, berangkat petang pulang petang lah ya, hihi. Tidak banyak tujuan yang dikunjungi, seingatku tujuan pertama adalah sekolah Tasia, SMKN 3 Blitar. Selanjutnya perpustakaan dan makam bung Karno. Yang kesemuanya itu kami lakukan dengan jalan kaki. Aku ingat betul saat kaki ini mulai lelah dan berkata:  "Tas, kalo masih jauh mending kita naik becak aja deh." Lalu dia dengan santainya menjawab:  "Enggak kok, bentar lagi sampek. Kalo ke Blitar emang enaknya jalan kaki." Dan kami sampai setelah sekian jam berjalan -_-
Alhasil, seharian itu kami keliling Blitar dengan jalan kaki. Capek memang, panas apalagi. Tapi siapa sangka kami akhirnya ketagihan.

Kalau ingat Tasia, jadi rindu. Kapan ya kita nggembel lagi? Semoga kita bisa segera bertemu ya, Tas. Dan semoga aku bisa menepati janjiku, untuk menyediakan waktu, untuk pergi ke Gili Labak, as you wish. Amin


Di makam bung Karno, nggak berdoa malah foto-foto

Di perpustakaan, dia gak baca. Cuma numpang foto aja, haha

Btw, ini difotoin bapak satpam. Thanks ya pak :)



Saking sepinya, jadi berasa milik sendiri

Back to Surabaya

Kommentare