Back to down


"Menjadi saya itu tidak mudah."
Saya rasa hampir semua orang pernah berkata demikian. Ungkapan yang sederhana, namun memiliki makna yang dalam.

Dini hari ini, saya terbangun lagi. Seperti biasanya.
Namun ada hal lain yang membuatnya terasa berbeda, membuat saya ingin menuliskannya disini.

Saya hanya iseng membuka salah satu media sosial, Facebook. Alangkah kagetnya saya ketika membaca postingan salah satu teman. Ia menceritakan keluh kesahnya, panjang. Ia bercerita tentang apa yang ia alami saat ini, tentang kuliah, organisasi, tentang teman, dan yang pasti tentang semangat hidup.

Yaa curhatan di media sosial semacam ini memang sudah biasa, namun tidak bagi saya. Jujur, dalam hati saya ingin menangis membacanya. Karena saya kenal betul bagaimana sosoknya dan karena saya tahu betul apa yang ia rasakan.
Namun kembali lagi, terlepas dari kalimat : "tidak mudah menjadi saya." Saya masih bisa bersyukur, menahan untuk tidak curhat di media sosial. (Tapi curhat disini, hehe).

Yang saya tangkap dari keluh kesah teman saya tadi, adalah krisis semangat hidup. Bagaimana ia yang menjadi langkah awal kita menjalani hidup. Saya merasakannya, sekalipun saya tahu apa-apa yang menjadi motivasi saya untuk hidup. Deret impian yang menunggu untuk diwujudkan. Ibarat roda, hidup ini berputar. Pun dengan semangat yang naik turun. Hal itu wajar. Berkelut dengan rasa bosan, lagi-lagi hal itu wajar.

Menurut saya, krisis semangat ini memang masalah personal. Kelihatannya sepele, tapi tidak sesepele kelihatannya. Saya tahu, saya merasakannya. Saat saya benar-benar kehilangan semangat untuk rutinitas yang saat ini sedang saya jalani. Kuliah. Dan krisis itu, telah mencapai puncaknya. Bahkan sempat terpikir, untuk melakukan hal yang sedikit gila.
Saya iseng bertanya pada orang tua, khususnya ibu. "Bagaimana jika saya berhenti kuliah?". Dan seperti biasa, beliau selalu mengajak untuk menengok masa lalu, bagaimana saya dulunya berjuang untuk mendapatkan apa yang saya dapat sekarang.
Dan nyatanya, itulah yang menjadi lecutan semangat saya untuk bertahan. Jika tidak ingat ayah dan ibu, mungkin saya benar-benar akan menghilang dari sini sedari kemarin.

Membaca postingan teman saya tadi, saya seolah bercermin. Bedanya, saya masih terlihat "i am really ok" meskipun di setiap harinya tidak selalu demikian. Bahkan untuk menjalani semuanya saja, perlu mengumpulkan semangat beribu kali lipat.
Bedanya dengan dia, saya masih bisa melihat dunia dengan positif. Saya masih berangkat kuliah dengan senyuman, saya masih bisa curhat ke orang sungguhan, bukan di media sosial, saya masih bisa mengawali hari dengan harapan yang dengan ringkih saya kumpulkan sendiri dan saya bersyukur atas itu semua. Yaaa meskipun berbagai cara (yang saya anggap) unik yang saya lakukan tidak banyak berpengaruh, kata - kata semangat yang saya pajang di layar hape yang hanya menjadi pajangan belaka, petuah- petuah yang selalu saya dengar juga hanya lewat. bahkan liburan yang hanya menghilangkan penat sesaat.

Namun saya bersyuur, masih bisa melanjutkaan hidup. Saya bersyukur saya masih waras, tidak gila. Saya beruntung masih punya teman yang selalu mendukung, yang selalu ada kapanpun saya butuh. Sekalipun dengan problema yang selalu sama.

Kommentare