SURAT CINTA AIRA
Dear Riko,
Siang ini aku senang bisa liat kamu.
Aku lega sempat menikmati senyum kamu, meskipun bukan kepadaku. Aku puas liat
kamu hadir lagi. Kamu tahu ?aku khawatir waktu kamu nggak masuk sekolah 2hari
karena sakit. Seharian yang aku pikirkan cuma kamu, aku takut kamu menderita
sakit parah. Pelajaran kimia, matematika, bahasa semuanya cuma keluar masuk
lewat telinga, nggak ada sedikitpun materi yang menempel di otakku. Bahkan yang
ada hanya bayanganmu. Aku sempat berpikir yang aneh-aneh tentangmu. Mungkinkah
kamu sakit kanker?atau tumor? Ahh untung saja kamu cuma sakit demam. 2 kali 24
jam aku gak ketemu kamu rasanya kangeeennn..........
“Ehem ..
ciee Aira nulis surat cinta buat Riko !!”
Tanpa
basa-basi langsung kututup note berisi surat cintaku. Ternyata Adi mengintip
surat yang aku tulis.
“Eh jangan
sok tau kamu Di !! Orang aku nyalin PR kok !”
Cepat-cepat
aku membela diri, walaupun sedikit berbohong. Ku edarkan pandangan ke seluruh
penjuru kelas, mencari sosok Riko memastikan bahwa ia tak mendengar teriakan
Adi tadi. Di sudut kelas kulihat Riko sedang asyik membuat sketsa. Duhh, semoga
saja ia tak mendengar.
Ini bukan
kali pertama Adi memergokiku menulis surat kepada Riko, bisa dibilang ia tahu
tentang perasaanku, tentang rasa simpati yang lebih dari sekedar teman pada
seseorang bernama Riko. Adi memang paling jail bin usil dikelas.
Terpaksa,
aku tidak bisa melanjutkan menulis surat karena takut kalau-kalau ketahuan
lagi. Aku simpan note ku di dalam laci. Note bergambar mickey mouse ini bukan
sembarang note. Note ini adalah sahabat bagiku, Ia menjadi saksi akan
perasaanku yang sudah setahun ini aku pendam pada Riko. Semua surat cintaku
kutulis disini.
Kebiasaanku
di jam istirahat atau jam kosong seperti ini adalah diam-diam memperhatikan
Riko. Memandangnya lekat-lekat kala ia bersenda gurau dengan Fitri, Ainun atau
teman-teman yang lain. Terkadang aku merasa iri pada semua teman dekatnya,
mereka selalu bisa berdiskusi atau sekedar ngobrol santai dengan Riko.
Sedangkan aku? Hanya bisa melihatnya dari jarak 3meter. Sejak kelas 1 aku
memang satu kelas dengannya. Namun aku tak punya cukup nyali untuk bergaul
dengannya. Jangankan ngobrol banyak, diskusi tentang mading kelas saja bisa
dihitung jari. Aku juga tidak tahu mengapa aku sepenakut ini. Semua hal yang
ingin aku katakan padanya selalu kutulis dalam surat. Namun surat-surat itu tak
pernah kusampaikan padanya. Aku selalu berharap suatu hari nanti ia dapat
mengetahui perasaanku. Aku juga selalu berdoa agar aku diberi keberanian untuk
mengutarakan isi hatiku yang sebenarnya.
..................................
Kriiiiiiiiiinnnnggggggggg.................
“Aishhh kenapa sudah bel? Cepet banget.” Gumamku kesal.
Pelajaran
Kesenian pun usai. Aku menjadi salah satu anggota kelompok Riko dalam tugas
membatik. Aduhai senangnya, mulai hari ini aku akan semakin dekat dengannya.
Aku tidak perlu diam-diam mengamatinya lagi, karena aku harus bisa bekerja sama
dalam menyelesaikan tugas ini. Mulai sekarang, aku akan berusaha bersikap
sewajarnya, senormal-normalnya.
Hai Riko...
Aku bener-bener gak nyangka kalo
kita akan jadi satu kelompok. Saat kamu manggil namaku, jantungku dag dig dug
kayak mau copot. Bahagia, bingung, campur aduk. Apa kamu tahu? Selama pelajaran
kesenian tadi aku selalu memperhatikanmu, saat kamu membuat disain, saat kamu
berbicara, semua gerak-gerikmu tak lepas dari pandanganku. Aku janji aku akan
merubah sikap pendiamku. Aku akan bertingkah laku seperti anak-anak lain. Aku
harus menunjukkan kalo aku bisa jadi anggota kelompok yang baik. Terima kasih
telah jadi sumber inspirasi buatku. I love you so so so much Riko.
....................................
“Mil, kamu
tahu note ku? Tadi ada di meja kok sekarang gak ada ya? Mungkin ada di tas
kamu.”
“Gak ada
kok Ra, kamu yakin tadi di meja? Lupa kali kamu.. Coba cek lagi deh.... Eh
siapa tahu dibawa Adi. Dia kan doyan banget ngerjain kamu.” Saran Mila, teman
sebangkuku.
Ku obrak
abrik isi tasku. Ku buka lembaran demi lembaran buku yang aku bawa, berharap
note ku terselip didalamnya. Laci dan kolong meja tak luput dari sasaran
pencarianku. Jam istirahat sudah hampir habis, tapi tidak ada tanda-tanda
noteku akan ketemu. Aku mulai pasrah, akhirnya kuberanikan diri bertanya pada
Adi seperti yang disarankan Mila.
“Di, aku
mau kamu jujur sama aku, kamu nyembunyiin note ku kan ?”
“Oh note
yang waktu itu ya? Gak kok.” Jawab Adi santai dengan muka tak bersalah.
“Jangan
bohong!!! Siapa lagi kalo bukan kamu. Cepet kembalikan, kalo gak aku akan
bilang ke Bu Lina dengan kasus pencurian !” Kali ini aku sedikit marah, aku
berusaha mengancamnya supaya ia mengaku.
“Sumpah Ra,
aku gak ngambil note kamu. Seharian ini aja aku gak ada dikelas. Gimana mungkin
aku ngambil? Kamu belum tanya anak-anak udah nuduh aku.” Sepertinya Adi gak
terima sama ucapanku. Tapi apa yang ia katakan tadi ada benarnya juga sih, dari
pagi memang ia latihan basket buat lomba. Ia tampak serius saat menjawab
pertanyaanku. Aku juga tidak melihat adanya kebohongan di pancaran matanya.
“Ya sudah,
aku minta maaf.” Lalu aku pergi meninggalkannya.
Pikiranku
semakin tak karuan, jika tidak ada pada Adi lalu ada pada siapa? Gimana kalau
ada seseorang yang melihatnya, lalu membaca semua suratku kemudian
menyebarkannya ke seluruh kelas ? Tidaaaaaaakkkkkk....! Dalam hati aku berdoa :
”Tuhan, bantu aku mencari noteku. Jangan biarkan seseorang menemukannya. Aku
belum siap malu, Tuhan.”
..........................................
3
Agustus 2013
“Ok, untuk
sekarang kita cukup. Batiknya sudah hampir selesai, besok tinggal finishing.
Kalian semua boleh pulang.” Ucap Riko menghentikan kerja kami.
Kami
percaya dia adalah sosok ketua yang bertanggung jawab. Tak terasa sudah hampir
satu bulan ini aku lebih dekat dengannya. Akhirnya aku dapat merubah image pendiamku. Aku dapat berinteraksi dengannya,
Tak jarang kami ngobrol tentang banyak hal. Sikapnya yang dewasa dan humoris
membuat aku semakin jatuh hati. Kabar bahagianya, semenjak note ku hilang aku
sudah tidak menulis surat cinta untuknya lagi. Ya, karena sekarang aku bisa
lebih leluasa memandang manisnya ia tersenyum, bukan hanya pada orang lain,
tapi juga kepadaku. Lesung pipitnya itu lho buat aku tambah gemes aja,
hehehe...
“Ra, aku
mau ngomong sesuatu sama kamu.” Riko mengagetkanku saat aku beres-beres hendak
pulang.
“Ngomong
apa? Tentang finishing besok ya? Wah kok baru sekarang Rik, anak-anak udah
pulang semua.”
“Bukan... “
“Terus apa
?” Tanyaku penasaran.
“Ini punya
kamu ?” Ia merogoh tasnya kemudian mengambil sebuah note.
“Astagaaaa
itu kan note ku yang hilang !” Gumamku dalam hati. Jantungku serasa berhenti
berdetak. Keringat dingin tiba-tiba mengucur deras. Bagaimana jika ia sudah
membacanya? Bagaimana jika ia tahu tentang perasaanku padanya? Apa dia masih
mau jadi temanku ? Ketakutanku semakin besar. Segala yang aku tutupi sekarang
terbuka secara perlahan. Tidak ada jalan lain selain mengaku.
“Kkammu
ssuddah bbacca yyya?”
“Maaf Ra,
aku lancang baca catatan pribadi kamu. Aku gak ada niat buruk kok Ra, sumpah.
Aku gak sengaja nemuin note itu di tempat sampah, Aku gak nyangka kamu suka
sama aku. Ternyata satu tahun lebih kamu menyimpan rapi perasaan kamu, dan
hebatnya aku gak pernah tahu kalo selama ini kamu diam-diam merhatiin aku.”
“Aku minta
maaf Rik, Aku mau jujur sekarang. Mungkin gak seharusnya aku suka sama kamu. Tapi
aku gak bisa hilangin rasa suka itu. Kalo kamu marah, gakpapa kok. Itu wajar.”
Akhirnya aku mengaku atas semua yang aku rahasiakan tentangnya selama ini. Aku
menundukkan kepala menahan malu. Aku merasa sangat bersalah dan tak pantas
menjadi temannya.
Aku
menangis sesenggukan, tak kuasa membendung air mataku.
“Hey, kok
kamu nangis ? Spontan ia mengelap pipiku yang basah dengan tangan kanannya.
Aku bingung
dengan sikapnya itu. Apa ia tidak marah ? Seharusnya ia memarahiku bukan malah
bersikap manis seperti ini.
“Makasih
atas kejujuran kamu Ra, Sebenernya aku juga suka kamu. Sikap kamu yang pendiam
membuatku takut untuk menyatakannya.”
“Jadi kamu
gak marah ?”
“Ya gak
lah, mana mungkin aku marah sama orang super aneh ini ..... “ Ia tertawa sambil
mencubit kedua pipiku.
“Rikooooooooooooooooooooooo
!!!!!” Aku berlari mengejarnya karena tak terima sama cubitannya.
..........................................
Setelah kejadian itu aku dan Riko
bertambah akrab. Kami cocok dalam banyak hal. Akhirnya kami sepakat untuk
bersahabat. Jika kebanyakan love story berakhir dengan “pacaran”, tapi cerita
cintaku berbeda. Aku dan Riko berkomitmen untuk
menjadi sahabat selamanya, s-e-l-a-m-a-n-y-a... Karena bagi kami, bersahabat
itu tak kenal waktu dan tidak ada kata “putus”. J
SELESAI
Kommentare
Kommentar veröffentlichen