Antara Cinta dan Benci



ANTARA CINTA DAN BENCI

            “Vir, ada Adit tuh. Samperin gih..” Teriak Maya membuyarkan lamunanku.
            “Ha? Gak salah? Emang aku kayak si Lolita yang terang-terangan bilang ngefans ke Adit !!!. Hahaha.” Kami berdua tertawa.
            Adit memang sudah satu tahun ini kukagumi, Kepiawaiannya bermain basket ditambah prestasinya di bidang akademis selalu membuat orang-orang disekitarnya kagum. Siapa yang tak kenal Adit? Cowok cool, ganteng, tajir, dan selalu langganan juara umum ini tak pernah lepas dari sorotan anak-anak satu sekolah. Satu lagi, dia tidak pernah menyombongkan diri, dia juga tidak malu makan di kantin satu meja dengan anak-anak dari kalangan bawah. Sikapnya yang ramah membuat namanya tenar dari Kepsek hingga satpam sekolah. Pokoknya komplit deh, cewek yang berhasil jadi pacarnya pasti merasa cewek paling beruntung sedunia. Anehnya, sampe sekarang Adit belum juga punya pacar. Hmmm... belum waktunya kali yaa
            Ini sekolahku, rumah kedua yang membuatku amat merasa nyaman. Kehadiran Maya sahabat karibku juga teman-teman yang lain selalu bisa membuatku bahagia, melupakan sejenak luka perih yang tersimpan rapi disini, dihati.
            “Vira ya? Ehm.. anu.. aku mau pinjam buku catatan matematika boleh? Aku ketinggalan pelajaran karna tanding basket kemarin.” Tiba-tiba Adit muncul sambil mengambil posisi duduk di sebelahku.
            “Kenapa harus aku?” Tanyaku sambil memasang ekspresi penasaran.
            “Pak Tono yang memintaku, kata beliau kamu yang paling rajin mencatat pelajaran matematika.”
            “Baiklah, tapi besok kembalikan ya !! lusa aku ada test matematika.” Jawabku sambil menyerahkan sebuah buku tulis bersampul hijau.
            “Oke, besok pulang sekolah aku kembalikan.” Dengan antusias ia berlari meninggalkanku.
            “Cieeee yang lagi seneng nih bukunya dipinjem sama pengeran basket...” Goda Maya. Ternyata sedari tadi ia melihatku dari balik pintu.
            “Apaan sih May, Cuma pinjem buku doank kok.” Elakku malu.
            “Awalnya pinjem buku ntar lama-lama pinjem hati. Hahaha... Gak papa vir, ini kan yang kamu tunggu-tunggu bisa ngobrol sama Adit. Masak mau jadi pengagum rahasia terus-terusan.”
            “Iya sih..” Tanpa sadar pipiku merona karena tersipu. Aku tersenyum sendiri ketika kejadian pinjam buku tadi terputar lagi bak dvd film di bayanganku.
...................................
            Sudah sebulan ini aku makan hanya berdua dengan Papa di meja makan besar yang sebenarnya muat untuk lima orang. Kutatap kosong kursi di seberang, dalam hati aku berkata :”Biasanya Mama yang duduk disana.”
            “Polisi sudah menemukan tanda-tanda pelaku, jadi sebentar lagi kita akan tahu siapa penabrak lari itu.” Ungkap Papa memulai percakapan.
            “Bagus deh Pa, pokoknya yang udah nabrak Mama harus dihukum seberat-beratnya. Hukum mati sekalian biar sebanding karna udah menyebabkan hilangnya nyawa seseorang.” Tuturku penuh amarah.
            Kecelakaan sebulan lalu adalah kejadian yang tak akan pernah bisa aku lupakan seumur hidup. Mama yang menjadi korban tabrak lari saat hendak ke pasar harus menghembuskan nafas terakhir di tempat kejadian. Perdarahan di otak membuatnya banyak kehilangan darah. Sejak saat itu aku berubah menjadi anak yang kesepian. Aku lelah jika tiap malam harus menguras air mata meratapi kepergian Mama, aku tahu sampai air mata ini habis pun Mama tidak akan kembali lagi. Papa dan Maya yang selalu ada menghiburku setiap kali aku merindukan belaian lembut dan kasih sayang seorang Mama.
            Rumah ini terlalu sesak dengan kata “Mama”. Di teras, ruang tamu, dapur semuanya terlalu indah bersama Mama. Sekarang semuanya sirna. Sepi, sepi dan sepi yang aku rasakan. Terlebih lagi jika Papa lembur hingga larut malam di kantor dan aku hanya bisa mengenang semua yang telah lalu sendirian, mencoba menata ulang hidup meski rasa sedih dan benci pada tersangka tabrak lari Mama tergambar jelas dihati, masih membara
.......................................
            “Viraaaaaaaa.................................. cepet banget sih kamu larinya. Sampe kualahan ngejar kamu. Menang lomba lari ya???” Adit terlihat ngos-ngosan dan membungkukkan badan.
            “Hehehe memangnya ada apa?” Tanyaku singkat sambil memperhatikan wajahnya memerah terpanggang sinar matahari.
            “Aku mau mengembalikan buku. Makasih banyak yaa.” Jawabnya dengan menyodorkan buku catatan matematika yang ia pinjam kemarin.
            “Oke sama sama.”
            “Kamu mau langsung pulang? Bareng yuk.” Tanya Adit.
            “Ga usah Dit makasih, aku bisa naik bus kota.” Tolakku dengan halus.
            “Gak baik loh nolak rejeki. Anggap aja ini sebagai ungkapan terima kasihku. Gimana ?” Pintanya sedikit memohon.
            “Hmmm.... oke deh.”
            Dengan menaiki mobil sporty keluaran terbaru warna hitam kami meluncur ke arah Kebayoran Lama. Sikapnya yang humoris dan apa adanya semakin membuatku luluh pada kekagumanku terhadap sosok sempurna di sebelahku ini. Kami terhanyut dalam obrolah seru. Ada saja caranya untuk bisa membuatku tertawa. Entah kenapa, aku merasa nyaman. Ini yang hilang dari diriku sejak kepergian Mama.. Aku menjadi Vira yang lain dari biasanya, Vira yang ceria, dan itu karena Adit.
             “Thanks ya tumpangannya !” Kataku sambil menutup pintu mobil. Terlihat Adit mengacungkan jempolnya sambil tersenyum sebelum akhirnya berlalu dan tak terlihat lagi di tikungan.
            Hari-hari selanjutnya kami semakin akrab. Adit sering mengajakku nonton, ke toko buku meski pulang dengan tangan kosong atau bahkan sekedar duduk sambil makan jagung bakar di taman kota. Aku pun tidak sungkan memintanya menemaniku jalan-jalan di mall. Hingga suatu hari ia mengajakku ke perpustakaan kota. Aku dan Adit memang punya hobi yang sama, sama-sama suka baca buku. Kami duduk bersebelahan sambil menggenggam sebuah novel. Tiba-tiba ia menyodorkan sebuah kertas bertuliskan : “AKU SUKA KAMU”. Aku terbelalak membaca tulisannya. Kemudian dibawah tulisannya aku menulis: “MAKSUDNYA??” Ia menulis lagi : “AKU SUKA KAMU VIRA, AKU SAYANG KAMU. MAU GAK JADI PACARKU ?”
            Rasanya ada yang berdesir dihatiku, jantungku berdetak lebih cepat. Keringat dingin keluar dari pori-pori kulitku. Aku bingung, apa yang harus aku katakan? Tiba-tiba aku merasa takut kehilangan sosok yang telah merubah hidupku jadi lebih berwarna. Sosok yang telah membuatku jatuh cinta ke padanya. Dan sosok itu adalah Adit.
            Aku mengganggukkan kepala tanda setuju. Sejenak ia menatapku sambil tersenyum dan , kemudian ia menulis : “MAKASIH VIR J”. Setelah itu kami tenggelam dalam novel masing-masing.
.......................................
            “Tu kan apa yang aku bilang !!!!Tapi kalian serasi kok, selamat ya Vir.. Semoga langgeng yaa. Eits berarti ntar siang ada yang traktiran nih pacar baru !!!” Respon Maya ketika aku menceritakan perihal kemarin.
            “Mayaaaaaaaaaa !!!!!!!!!!” Aku berteriak kemudian ku cubit pinggang kecilnya.
.................................................
Di Rumah
            Aku sedang asyik memandang foto Mama ketika Papa tiba-tiba datang mengagetkanku. “Vir, ayo ke kantor polisi. Pelaku sudah ditemukan.” Tanpa menunggu waktu, aku bergegas mengambil jaket dan berlari menyusul Papa.

Di Kantor Polisi
            “Silahkan duduk Pak, pelaku sedang kami periksa.” Kata salah seorang polisi kepada Papa.
            Aku mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Ada sepasang suami istri yang terlibat kasus KDRT, sekelompok remaja dengan wajah lebam karena tawuran, dan tidak jauh dari tempatku duduk ada seorang pemuda seumuranku sedang menundukkan kepala. Dia tak tampak seperti habis mencuri, di wajahnya juga tak tampak bekas habis berkelahi. Lalu kejahatan apa yang diperbuatnya? Diam-diam aku memperhatikannya.
            Kini ia tak lagi menundukkan kepala karena dibentak oleh salah seorang polisi.
            “Hey, sepertinya ia tidak asing bagiku.” Gumamku dalam hati. Aku berjalan mendekatinya demi memuaskan rasa ingin tahuku. Setelah berjarak kira-kira 3 langkah darinya, aku terbelalak kaget mendapati sosok pemuda itu, sosok yang aku kenal.
            “Adiiiiiiitttttttt !!!!” Teriakku reflek.
            Merasa ada yang menyebut namanya, ia langsung menoleh kearahku. Dengan wajah pasrah ia berkata kepadaku :”Aku yang nabrak Mama kamu Vir, maafkan aku.”
            Bukan hanya shock yang aku rasakan, serasa ada petir yang menyambar ketika ia melontarkan ucapan pengakuannya itu. Perlahan hawa panas masuk kedalam pikiran dan hatiku. Satu persatu kejadian menyenangkan bersama Adit terulang kembali di benakku namun saat itu juga ucapannya barusan terngiang sangat keras di telingaku. Duniaku rasanya hancur berkeping-keping mengingat orang yang amat aku cintai ini adalah pelaku tabrak lari Mama. Ternyata selama ini ia menyimpan rahasia besar. Rahasia tentang seseorang yang aku benci.

SELESAI

Kommentare